Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik Jambi Pakai Pewarna Alamiah

Kompas.com - 07/07/2008, 01:51 WIB

Jambi, Kompas - Perajin batik di Kota Jambi terus mengembangkan usaha batik tulis yang mereka lakoni dengan penggunaan bahan pewarnaan alamiah sehingga lebih ramah lingkungan. Penggalian warna akan membuat perajin memanfaatkan berbagasi jenis daun, akar, kulit kayu, dan kayu khas Jambi.

”Kami sudah menghasilkan belasan warna yang diolah dari tumbuh-tumbuhan khas Jambi,” tutur Edy Sunarto, perajin batik di Sentra Batik Jambi Kampung Olak Kemang, Danau Teluk, Kota Jambi, Sabtu (6/7).

Ia menyebutkan sejumlah bahan alam yang telah dimanfaatkan. Kulit kayu jelutung, misalnya, dapat menghasilkan warna kuning kecoklatan. Kulit kayu merbau menghasilkan warna biru dongker, kayu lempato membikin warna kuning cerah, dan daun ketepeng menghasilkan warna abu-abu. Edy juga mencampurkan bahan alam kayu khas Jambi, bulian, dan kayu tinggi yang didatangkan dari Yogyakarta.

Percampuran dua jenis kayu ini, menurut Edy, akan menghasilkan warna coklat muda. Jika dicampur yang lain, akan mendapatkan warna yang baru lainnya.

”Bulian yang berwarna coklat diproses campur dengan kayu tinggi yang berwarna coklat kemerahan akan menghasilkan warna baru, coklat muda. Pokoknya ada kemungkinan untuk mendapat warna yang lebih banyak jika terus dilakukan pengembangan,” katanya.

Rumit

Edy melanjutkan, proses pewarnaan alam pada batik jauh lebih rumit dan panjang. Untuk memperoleh warna, dibutuhkan perebusan bahan alam hingga 30 jam dengan menggunakan kayu bakar.

Selanjutnya, batik harus melalui proses pencelupan sekitar 15 kali, padahal setiap pencelupan membutuhkan waktu masing-masing 15-20 menit. Pencelupan yang berulang kali ini untuk mendapatkan warna lebih jelas dan pekat sehingga memberi kesan kekinian.

Setelah itu, masih pula dilakukan proses pengapuran untuk membuat warna tak pudar atau luntur. Karena panjangnya proses produksi, lanjut Edy, seorang perajin hanya mampu menyelesaikan pembuatan dua atau tiga kain dalam sebulan.

Azmiah, perajin batik setempat, mengatakan, peminat batik dengan pewarnaan alam memang masih terbatas dari kelompok menengah ke atas. Ini disebabkan harga batik yang lebih mahal karena proses pembuatannya yang rumit. Harga satu kain bisa dua kali lipat dari batik dengan pewarnaan biasa.

”Batik tulis sutra harganya biasa Rp 2 juta per kain, batik tulis warna alam bisa Rp 4 juta atau Rp 5 juta. Jadi, peluang ini harus dimanfaatkan perajin batik,” tuturnya. (ITA)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com