Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Yatim Piatu itu Jadi Pengusaha Sukses

Kompas.com - 11/01/2008, 07:52 WIB

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Reonaldus

SEJAK berusia empat tahun Rudy Suardana menjadi yatim piatu. Terkadang, ia sedih melihat keadaannya. Namun, dengan tekad dan semangat kuat ia mampu mengatasi gejolak perasaan itu.

Pengalamannya sebagai Kepala Cabang Koperasi Angkatan Laut di Jember, Jawa Timur, memberi pelajaran berharga baginya bagaimana cara berdagang. Kini, ia dikenal sebagai salah satu pengusaha tersukses di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

Ibunya meninggal pada saat ia berumur dua tahun. Dua tahun kemudian, ia juga harus kehilangan ayahnya yang diculik tentara Jepang. Sejak itu Rudy tinggal di panti yatim piatu Yayasan Katolik di Surabaya. Seperti anak yatim piatu yang lain, Rudy mengaku sering merenungi nasibnya mengapa ia tak memiliki orang tua.

Bahkan, semasa perang ia selalu menjadi pasukan terdepan dengan niat cepat "mati". Tuhan berkehendak lain, ia selalu selamat. Perlahan ia belajar menerima status sebagai anak yatim piatu. Situasi ini yang memaksanya untuk menjadi pribadi ulet dan tidak mudah putus asa menghadapi masalah.

Saat dewasa, ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya. Sambil kuliah Rudy berdagang sepeda motor dan mobil bekas. Merk-merk terkenal saat itu seperti Holden, Fiat, dan lainnya ia dagangkan. Ia jual barang-barang itu sekitar  Rp 4,5 juta, dari situ ia mendapatkan untung sekitar  Rp 500 ribu.

Pada tahun 1959, ia menikah dengan Susianawati. Gadis yang ia pacari selama dua tahun. Rudy mengaku, mertuanya yang menyarankan segera menikah. "Nggak boleh pacaran lama-lama" demikian prinsip mertuanya saat itu.
 
Bakat dagangnya masih terasa. Tahun 1962-1967, Rudy mengikuti wajib militer di Angkatan Laut. Oleh atasannya, ia ditempatkan di Koperasi Angkatan Laut Kota Surabaya. Tikar, tembakau, garam, dan beras Banyuwangi adalah beberapa barang dagangannya.

Prestasinya yang bagus membuat Rudy diangkat menjadi kepala cabang koperasi di Jember. Gejolak politik yang terjadi pada tahun-tahun itu ternyata tidak memberikan dampak baginya. Rudy mengaku, ia tidak pernah mempunyai masalah mengenai identitasnya sebagai keturunan Tionghoa. Syaratnya mudah, cukup pandai bergaul dan rajin menolong orang lain.
 
Pada tahun 1974, Mayor Angkatan Laut ini kemudian hijrah ke tanah kelahirannya, Banjarmasin. Di sana ia mendapat tawaran untuk menjadi sub dealer Suzuki dari rekannya yang berkedudukan di Surabaya. Rudy kemudian mendirikan CV Buana Motor. Namun, kondisi itu tak bertahan lama. Selang enam bulan, izin rekannya yang berkedudukan di Surabaya dicabut oleh Indohero, dealer resmi Suzuki waktu itu.

Rudy menunjukkan solidaritas yang tinggi terhadap rekannya. Ia tak mau bekerjasama dengan Indohero yang terus membujuknya. Maklum, perusahaan Rudy saat itu termasuk perusahaan yang sehat dengan penjualan motor sekitar 50-60 motor/bulannya.

Namun, hati Rudy luluh juga. Ia kemudian menerima tawaran itu dan mengubah nama dealernya menjadi PT Sasana Megah Karya (SMK). Sebuah terobosan baru ia perkenalkan, bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia, PT SMK menjadi satu-satunya dealer di Indonesia yang menggunakan sistem perkreditan dalam pembelian motor Suzuki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com